[Policy Brief] INKOORDINASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM DIPLOMASI PERTAHANAN: RISALAH KEBIJAKAN TERHADAP BLUNDER PROPOSAL PERDAMAIAN RUSIA-UKRAINA PRABOWO SUBIANTO

FPCI Airlangga
8 min readJul 3, 2023

--

RINGKASAN EKSEKUTIF

Awal bulan Juni yang lalu, beragam jenis pemangku kepentingan didapati menghadiri suatu perhelatan dialog tingkat tinggi di Singapura. Dialog Shangri-La-seperti diketahui-telah lama diorkestrasi oleh lembaga think-tank IISS. Salah satu pemangku kepentingan Indonesia yang hadir, Menteri Pertahanan Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, mengisi suatu segmen dengan memaparkan proposal perdamaiannya atas situasi yang tengah berkecamuk di antara Ukraina dan Rusia. Poin-poin proposal tersebut, antara lain, mencakup ajakan bagi kedua belah pihak untuk bernegosiasi serta dorongan agar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk mengadakan referendum pada daerah-daerah sengketa. Lantaran dianggap aneh dan pro-Rusia, pihak Ukraina dan beberapa negara barat pun mengkritik sang menteri. Lebih dari itu, akan tetapi, Presiden RI, Joko Widodo, dan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengaku belum diajak Prabowo untuk berkonsultasi prakonferensi tersebut. Permasalahan berbentuk kurangnya-atau bahkan, ketiadaan-koordinasi antarlembaga/kementerian pemerintah tersebut dipahami mampu mengancam aspirasi konstitusional Indonesia untuk mewujudkan perdamaian di atas dunia, dalam kasus ini Perang Rusia-Ukraina.

Berdasarkan analisis risalah ini, ditemukan sejumlah konteks yang berkemungkinan mendorong Prabowo untuk berlaku demikian. Alasan-alasan tersebut meliputi orientasi kepememimpinan pribadi Prabowo hingga ke aspirasi presidensial yang diilhami sang menteri untuk pemilihan umum mendatang. Menekuni dunia militer hampir sepanjang hidupnya, Prabowo Subianto diperkirakan banyak menginternalisasi kepemimpinan strong man. Pranata kepemimpinan sepert itu tampaknya diidam-idamkan oleh kelompok pemilih domestik Prabowo pada pemilihan-pemilihan umum sebelumnya. Demikian, demi menghindarkan delegitimasi citra dan melanggengkan inkoherensi politik luar negeri (PLN) Indonesia, pemangku kepentingan terlibat perlu mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan berikut:

  1. Presiden perlu menginisiasi peninjauan ulang birokrasi koordinasi antarlembaga/kementerian pada urusan luar negeri;
  2. Presiden perlu mengedepankan peran kementerian luar negeri dalam setiap tahapan berbagai perhelatan diplomatik, baik dalam tataran resmi, akademik, ataupun informal, yang melibatkan Indonesia;
  3. Presiden perlu memperkuat arahan terhadap menteri-menterinya dalam hal representasi kenegaraan;
  4. Presiden, Menteri Pertahanan, dan Menteri Luar Negeri, sekaligus pejabat-pejabat struktural pemerintahan lainnya, perlu membiasakan diri untuk mengutarakan posisi keterwakilannya (contoh: berbicara sebagai pribadi atau sebagai perwakilan lembaganya) sebelum memberikan pendapat pada forum umum.

PERMASALAHAN KEBIJAKAN

Gambaran Situasi

Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto, mengusulkan sebuah proposal perdamaian untuk mengatasi Perang Rusia-Ukraina. Proposal tersebut mencakup poin-poin seperti gencatan senjata, penarikan pasukan, pembentukan zona demilitarisasi (Demilitarized Zone (DMZ)), peran pengawasan PBB, dan penyelenggaraan referendum secara “objektif.” Prabowo menyampaikan proposal ini dalam acara IISS Shangri-la di Singapura. Pengutaraan proposal tersebut dilakukan dengan harapan dapat memberikan kontribusi nyata bagi Indonesia dalam penyelesaian konflik tersebut.

Meskipun Prabowo mengatakan bahwa proposalnya tidak harus diterima, reaksi negatif maupun positif didapati bermunculan terhadapnya, terutama oleh Ukraina dan Rusia. Ukraina menolak proposal tersebut karena dianggap cenderung menguntungkan Rusia. Mereka berpendapat bahwa penarikan pasukan yang hanya sejauh 15 kilometer akan memberikan keunggulan bagi Rusia lantaran pendudukan ekstensifnya. Sebaliknya, Rusia menghargai usulan perdamaian yang diajukan oleh sang menteri pertahanan.

Di sisi lain, Presiden Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Indonesia mengaku belum menerima konfirmasi atau komunikasi resmi mengenai proposal ini sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Prabowo mengajukan proposal perdamaian tersebut tanpa berkonsultasi dengan presiden dan tanpa persetujuan penuh oleh lembaga/kementerian lainnya pada pemerintahan. Fakta tersebut seharusnya menggambarkan bahwa proposal tersebut tidak mewakili posisi resmi Indonesia.

Dalam konteks ini, ringkasan masalah ini menyoroti dua aspek utama. Pertama, reaksi negatif Ukraina terhadap proposal Prabowo menunjukkan bahwa ada kekhawatiran akan keuntungan yang tidak seimbang antara Ukraina dan Rusia dalam rencana perdamaian tersebut. Kedua, terdapat indikasi tidak dilibatkannya seluruh menteri Kabinet Kerja yang berkepentingan dalam penyampaian proposal tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai legitimasi dan konsistensi kebijakan luar negeri Indonesia dalam penyelesaian konflik Ukraina dan Rusia.

Dengan memahami konteks dan permasalahan ini, dapat diajukan rekomendasi kebijakan yang lebih tepat untuk mengatasi konflik tersebut dan melibatkan pihak-pihak terkait dengan cara yang lebih efektif dan koordinatif

Konteks Permasalahan Kebijakan

Pernyataan Prabowo dalam IISS Shangri-La Summit 2023 tersebut disampaikan sehubungan dengan situasi konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina. Tidak hanya berkaitan dengan situasi internasional, pernyataan ini disinyalir secara politis merupakan usaha yang dilakukan untuk meraih simpati masyarakat Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pencalonan dirinya sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) di tahun 2024 mendatang. Pernyataan yang Prabowo tersebut menjadi isu yang ramai dan cepat mendapat perhatian dari berbagai macam pihak, termasuk Presiden Joko Widodo. Hal ini dikarenakan suasana politik di dalam negeri sedang memanas terkait kontestasi Pilpres 2024. Selain itu, dalam situasi politik internasional, konflik Rusia-Ukraina masih menjadi permasalahan yang terus dibahas di berbagai macam forum. Terlebih lagi, IISS Shangri-La Summit 2023 memancarkan prestisenya tersendiri karena mengumpulkan menteri-menteri yang bergerak di bidang keamanan dari berbagai negara untuk berdiskusi tentang situasi keamanan di wilayah Asia-Pasifik sekaligus Eropa. Pengikutsertaan situasi keamanan Benua Eropa disinyalir berkenaan dengan dampaknya yang tidak bisa dilepaskan dengan kondisi Asia itu sendiri.

Jika kita melihat dari segi iklim kebijakan, pernyataan dan proposal Prabowo menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih rumit. Hal tersebut lantaran anggap kurangnya koordinasi antara sang menteri dengan Presiden Jokowi ataupun Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi. Pernyataan, serta fakta kurangnya koordinasi tersebut, berpotensi mempengaruhi postur kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini dikarenakan pernyataan dan proposal tersebut disampaikan oleh menteri pertahanan petahana dan merupakan bagian dari delegasi Indonesia pada perhelatan tersebut. Tentunya, setiap ucapan yang disampaikan dalam konteks tersebut dianggap sebagai representasi dari kebijakan luar negeri pemerintah Indonesia. Selain berpotensi melemahkan posisi Indonesia sebagai aktor internasional, citra Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara juga dapat tergerus karena statement tersebut.

Cakupan & Dampak Permasalahan

Proposal Prabowo mendatangkan dampak signifikan yang menyasar beberapa bidang, utamanya posisi Indonesia dan peran aktor eksternal dalam penyelesaian Perang Rusia-Ukraina.

a. Bagi Indonesia:

  • Kekurangan Koordinasi Antarlembaga/kementerian Pemerintahan Indonesia

Pernyataan Prabowo menunjukkan adanya miskomunikasi serta tidak adanya koordinasi terkait sikap negara terhadap situasi internasional. Hal tersebut dibuktikan dengan respons Presiden Jokowi yang langsung menjadwalkan pemanggilan kepada Prabowo. Presiden juga mengatakan bahwa proposal yang dibuat oleh Prabowo tidak dibuat oleh pemerintah, tetapi dibuat atas inisiatif sang menteri sendiri. “Itu dari Pak Prabowo sendiri.” — Presiden Joko Widodo.

b. Anggapan Kenirempatian PLN Indonesia

  • Salah satu anggota Komisi I DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI, TB Hasanuddin, merespons prahara tersebut. Menurutnya, proposal perdamaian Prabowo tidak mengikuti etika politik penyelesaian konflik internasional. Ia juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Prabowo berpotensi merusak citra positif Indonesia yang selama ini sudah terbangun. “Substansi usulan itu, tidak sesuai dengan etika dalam menyelesaikan problem-problem ketika pertempuran di lapangan.” — TB. Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR RI.

c. Penurunan Citra Indonesia

  • Menurut Radityo Dharmaputra, pemerhati Kawasan Eropa Timur Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Prabowo mempertaruhkan reputasi Indonesia yang selama ini positif karena dinilai memihak kepada Rusia. “Ini reputasi Indonesia yang dipertaruhkan. Saya tidak akan mengatakan langsung dipermalukan, tapi dipertaruhkan di sini. Pak Prabowo mungkin melakukan kesalahan, mempermalukan Indonesia dan nama dia sendiri di forum internasional….” ujarnya. TB Hasanuddin juga berkomentar secara lanjut bahwa proposal perdamaian yang diajukan telah merusak citra Indonesia di luar negeri. Padahal, citra Indonesia di mata dunia selama ini terbilang cukup positif. “Image-nya jadi kurang baik. Pertama, dianggap tidak tahu lapangan. Kedua, kita masuk pada ranah-ranah yang sesungguhnya kurang tepat dan itu sangat merugikan politik luar negeri kita,” ucapnya.

2. Berpotensi menihilkan peran Indonesia dalam penyelesaian Perang Rusia-Ukraina:

  • Semakin terpolarisasinya sentimen internasional berkenaan dengan Perang Rusia-Ukraina lantaran proposal Prabowo dianggap bernada pro-Rusia;
  • Proposal Prabowo berpotensi menjadi angin lalu karena tidak berkaca kepada situasi lapangan, sejarah perseteruan, serta etika resolusi konflik internasional;
  • Kerancuan pada sejumlah bagian proposal Prabowo. Misalkan, aspirasi untuk mengadakan referendum pada daerah “sengketa” yang hampir seluruhnya merupakan wilayah berdaulat Ukraina yang dijajah oleh Rusia.

ANALISIS PERMASALAHAN

Pemangku Kepentingan Terlibat

Memahami peran pemangku kepentingan yang terlibat dalam permasalahan kebijakan tersebut dapat mengantarkan pengkaji ke temuan yang membantu peneluran rekomendasi kebijakan. Dalam konteks ini, pemangku kepentingan yang terlibat meliputi:

  1. Pemerintah-Pemerintah Negara Terlibat: berperan mengusulkan, mendiskusikan, dan menolak ataupun menerima proposal perdamaian secara resmi dan menjalankan upaya-upaya diplomatik demi mencapai penyelesaian yang adil pada isu Perang Rusia-Ukraina. Dalam konteks yang sama, pemerintah negara Rusia dan Ukraina pun terlibat untuk menentukan langkah terbaik menuju perdamaian.
  2. Presiden Republik Indonesia: seharusnya berperan penting dalam pengambilan keputusan dan pengarahan kebijakan. Melibatkan Presiden dalam mendiskusikan proposal perdamaian dapat memperkuat komunikasi dan koordinasi antara negara-negara yang terlibat.
  3. Menteri & Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: mengajukan proposal terbahas yang menyulut permasalahan.
  4. Menteri & Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia: seharusnya berperan penting dalam pendekatan Indonesia terhadap urusan-urusan diplomatik dan luar negeri, termasuk kepada keikutsertaan Indonesia dalam Dialog Shangri-La tempo waktu.

Temuan Analisis

Analisis permasalahan kebijakan tersebut mengantarkan pengkaji kepada beberapa temuan. Temuan-temuan tersebut, antara lain, meliputi:

  1. Proposal perdamaian yang diajukan oleh Prabowo diduga menguntungkan Rusia semata dan mengganggu keseimbangan kepentingan antara Rusia dan Ukraina;
  2. Penolakan Ukraina terhadap proposal tersebut boleh jadi menunjukkan bahwa dinamika konflik belum memberikan kenyamanan bagi kedua belah pihak untuk bernegosiasi menuju perdamaian;
  3. Tidak adanya konfirmasi atau komunikasi resmi kepada presiden dan Kementerian Luar Negeri Indonesia menunjukkan ketiadaan kesepakatan atau persetujuan terkait proposal tersebut.
  4. Proposal referendum dan penarikan pasukan 15 km di Ukraina dianggap tidak relevan karena tidak mempertimbangkan kondisi Ukraina saat ini dan kesepakatan sebelumnya antara kedua pihak.
  5. Miskomunikasi antara Kementerian Pertahanan dengan kementerian lain dan Presiden dapat merusak citra Indonesia dalam komunikasi antarpemerintah.
  6. Konteks politik yang panas menjelang Pemilihan Presiden 2024 menimbulkan dugaan bahwa tindakan Prabowo di forum internasional bertujuan meningkatkan elektabilitasnya semata.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

  1. Perbaikan Komunikasi Internal Pemerintahan Indonesia;
  • Hal ini menjadi penting karena komunikasi yang baik di dalam pemerintahan merupakan manifestasi dari komitmen pemerintah, khususnya di tingkat kementerian, untuk mencapai keputusan dan kebijakan bersama yang tidak menyebabkan konflik di antara kementerian serta hubungan antara Menteri dan Presiden serta memperbaiki citra pemerintah Indonesia di kancah internasional.

2. Penguatan Peran Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam Persiapan Urusan Diplomatik;

  • Hal ini perlu dilakukan guna mencegah proposal dianggap menguntungkan salah satu pihak sehingga bisa diterima tanpa memberatkan pihak yang lain. Kemenlu perlu meningkatkan edukasi dan pengembangan riset terkait situasi dalam politik internasional. Hal ini bertujuan agar kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan situasi terkini dan dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak yang berkonflik.

3. Evaluasi dan Penguatan Keterwakilan Pejabat Pemerintahan Indonesia dalam Urusan Diplomatik;

  • Kasus yang terjadi di atas menunjukkan bahwa Prabowo dapat dikatakan gagal dalam merepresentasikan kebijakan luar negeri Presiden Joko Widodo terkait konflik Rusia-Ukraina. Proposal perdamaian yang diberikan Prabowo tidak sesuai dengan pemikiran dan persetujuan Joko Widodo terkait penyelesaian konflik Rusia-Ukraina. Hal ini sangat berbahaya bagi reputasi Presiden Joko Widodo dan mempertaruhkan citra Indonesia di kancah internasional. Untuk itu, diperlukan sosok selain Menlu yang memiliki satu visi dan dapat merepresentasikan pemikiran Joko Widodo di kancah internasional. Sosok tersebut dapat dicari dari pejabat di pemerintahan atau partai politik pengusung Presiden Joko Widodo. Hal ini diperlukan mengingat Prabowo pada pemilu sebelumnya merupakan lawan dari Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019.

4. Pembiasaan Mengutarakan Posisi Keterwakilan Pejabat Negara pada Forum Publik;

  • Apa yang disampaikan Prabowo terkait proposal perdamaian menunjukkan bahwa ia tidak mampu memisahkan antara kepentingan pribadi dengan perannya sebagai delegasi Indonesia pada IISS Shangri-La Summit 2023. Hal ini sangat berbahaya bagi penentuan sikap Indonesia dalam politik internasional. Diperlukan pemahaman bahwa konferensi internasional bukan merupakan sarana untuk menyampaikan kepentingan pribadi dan menarik atensi dalam konteks kepentingan elektoral. Mencampurkan antara opini pribadi yang belum dikonsultasikan kepada pemerintah dengan sikap pemerintah itu sendiri berpotensi membuat reputasi negara diragukan dalam kancah internasional. Oleh karena itu, edukasi kebijakan luar negeri oleh Presiden dan Menlu sangat diperlukan agar para menteri dalam kabinet dapat memisahkan antara opini pribadinya tentang permasalahan yang ada dengan statement yang merepresentasikan posisi negara dalam permasalahan tersebut.

--

--

FPCI Airlangga
FPCI Airlangga

Written by FPCI Airlangga

FPCI Chapter Universitas Airlangga is a non-profit and political free organization focusing youth movement on foreign policy and international relation matters.

No responses yet