[Policy Brief] Bangkitnya Kekuatan Taliban di Afghanistan: Meninjau Seberapa Jauh Pentingnya dan Rekomendasi Kebijakan
Yasinta Anugraheny — FPCI Chapter Universitas Airlangga
Dzakiyah Aprillia — FPCI Chapter Universitas Airlangga
Dhien Favian — FPCI Chapter Universitas Airlangga
Latar Belakang
Pertengahan Agustus 2021 dapat dipandang sebagai momentum emas bangkitnya kekuatan Taliban di Afghanistan akibat hengkangnya pasukan AS yang telah menjaga wilayah tersebut selama dua puluh tahun pasca serangan terorisme 2001. Ibukota Kabul dapat dikuasai Taliban dalam waktu yang relatif singkat, yaitu kurang dari seminggu, tepatnya pada 15 Agustus 2021 mereka telah mengambil alih pemerintahan dan memasuki istana presiden. Sementara presiden Afghanistan, Ashraf Ghani melarikan diri ke luar negeri. Keadaan ini membuat kacau masyarakatnya, mereka berbondong-bondong keluar dari Afghanistan dengan memadati bandar udara Hamid Karzai, Kabul dan berebut untuk menumpang pesawat militer AS yang sedang mengevakuasi pasukannya.
Melihat keadaan ini, pemerintah Indonesia juga turut mengambil tindakan untuk mengevakuasi WNI di sana pada 20 Agustus 2021. Evakuasi tersebut terdiri atas 16 staf KBRI Kabul, 10 WNI non-staf KBRI, 5 WN Filipina, serta 2 WN Afghanistan yang merupakan suami dari WNI di Afghanistan (CNN Indonesia 2021). Mereka dijemput oleh pesawat Boeing 737–400 milik TNI AU yang lepas landas dari Bandara Halim sehari sebelumnya. Hingga artikel ini diterbitkan, posisi Indonesia dalam konflik ini belum dipublikasikan secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri. Terlepas dari itu, artikel ini memuat beberapa rekomendasi kepada pemerintah RI untuk menetapkan posisi diplomatiknya dalam beberapa penjelasan berikut.
Lingkup Permasalahan
Agresi Taliban di seluruh Afghanistan pada pertengahan tahun 2021 seketika menjadi isu yang cukup panas dalam dunia internasional dan agresi tersebut tentu memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap situasi domestik Afghanistan hingga percaturan politik internasional di kawasan Asia Selatan khususnya. Sejak Taliban menduduki ibukota Kabul pada tanggal 15 Agustus lalu, banyak pihak yang tidak menyangka bahwa pergerakan Taliban akan secepat itu sejak Amerika Serikat sepakat untuk menarik pasukannya di Afghanistan dan penarikan tersebut disusul dengan serangan Taliban yang mampu menguasai 10 ibukota setiap provinsi di Afghanistan hanya dalam waktu satu minggu. Jatuhnya Kabul di tangan Taliban juga menjadi bahan kritik bagi pemerintah Afghanistan binaan AS dikarenakan mereka tidak memberikan perlawanan berarti terhadap Taliban dan Presiden Ashraf Ghani juga mengingkari janjinya untuk menghadapi Taliban sepenuh tenaga dengan meninggalkan negerinya. Sikap Ashraf Ghani juga disatu sisi bertolak belakang dengan latar belakangnya sebagai teknokrat dikarenakan ia tidak menepati janji warga Afghanistan dalam melindungi negaranya dan publik juga mempertanyakan dedikasinya dalam memperbaiki negara gagal seperti tulisannya dalam buku “Fixing Failed State” yang rilis tahun 2008.
Pasca Kabul jatuh ke Taliban pun, AS dan NATO hanya berfokus pada evakuasi warga sipil beserta pasukannya sebagai komitmennya dengan Taliban untuk hengkang dari AS dan warga Afghanistan juga menyesali keputusan AS tersebut dikarenakan mereka tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari agresi Taliban, alhasil Afghanistan saat ini berada di bawah kekuasaan Taliban secara de facto. Berbagai respon dari dunia internasional bermunculan terkait fenomena tersebut, tidak terkecuali Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Kendati sikap Indonesia saat ini masih bertumpu pada evakuasi warganya serta pertemuan antara Menlu Retno dengan perwakilan Taliban, namun ada beberapa pihak yang skeptis terkait kepemimpinan Taliban di AFghanistan dalam beberapa waktu kedepan. Salah satunya ialah Ketum PBNU Said Aqil Siradj yang memandang kemenangan Taliban dapat menjadi motivasi bagi kaum radikal untuk melakukan perlawanan di RI.
Euforia kaum radikal dalam melihat kemenangan Taliban dapat memicu semangat untuk memecah belah bangsa Indonesia dan hal tersebut dapat menjadi masalah besar apabila euforia tersebut tidak disikapi secara bijak oleh masyarakat Indonesia. Senada dengan Said Aqil, Taufiqurrahman selaku peneliti Pusat Studi Radikalisme dan Deradikalisasi Jakarta mengungkapkan bahwa kemenangan Taliban bisa memicu gerakan terorisme lebih jauh dikarenakan motivasi atas kemenangan tersebut dan pola sistem pemerintahan di Afghanistan juga menjadi role model bagi kaum teroris untuk memaksakan penetapan hukum syari’ah di Indonesia yang dapat berujung pada ancaman keamanan di Indonesia. Kemenangan Taliban banyak diprediksi akan menjadi motivasi bagi perlawanan kaum ekstrimis dan teroris di Indonesia, namun untuk saat ini perlu dilihat bagaimana perkembangan situasinya pada beberapa tahun kedepan.
Rekomendasi Kebijakan
Kondisi yang demikian mengharapkan negara Indonesia untuk turut berperan dalam perdamaian dunia yang sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea ke-4 yaitu dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kami mendorong peran serta Indonesia pada kondisi yang terjadi di Afghanistan melalui beberapa strategi, antara lain: (1) Memprioritaskan keselamatan WNI di Afghanistan, termasuk staf KBRI Kabul dari ancaman konflik yang terjadi, (2) membentuk tim esensial terbatas pada KBRI Kabul agar tetap dapat menjalankan misi KBRI Kabul dan terus melakukan pemantauan situasi keamanan di Afghanistan, (3) melakukan komunikasi dengan seluruh pihak di Afghanistan dan juga dengan Perwakilan PBB dan Perwakilan Asing di Afghanistan untuk berusaha meminimalisir timbulnya konflik berulang, (4) sebagai sesama anggota OKI, diharapkan Indonesia mampu turut menjadi mediator untuk menegaskan proses rekonsiliasi nasional Afghan-owned dan Afghan-led, dan (5) memberikan bantuan evakuasi masyarakat Afghanistan akibat konflik yang terjadi.
Referensi:
Antara, 2021. “Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan yang Gagal Berdamai dengan Taliban”, Jawa Pos, 16 Agustus [daring]. Dalam: https://www.jawapos.com/internasional/16/08/2021/ashraf-ghani-presiden- afghanistan-yang-gagal-berdamai-dengan-taliban/ [diakses pada 26 Agustus 2021].
CNN Indonesia, 2021. “PBNU: Taliban Menang Jadi Motivasi Kelompok Radikal di RI”, CNN Indonesia, 20 Agustus [daring]. Dalam: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210820202908-20-683237/pbnu-taliban- menang-jadi-motivasi-kelompok-radikal-di-ri [diakses pada 26 Agustus 2021].
CNN Indonesia, 2021. “TNI AU Ungkap Kronologi Evakuasi WNI dari Afghanistan”, CNN Indonesia, 22 Agustus [daring]. Dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210822073054-20-683562/tni-au-ungkap- kronologi-evakuasi-wni-dari-afghanistan [diakses pada 26 Agustus 2021].
Malkasian, C., 2021. “How Will the Taliban Rule?, Foreign Affairs” [daring]. Dalam: https://www.foreignaffairs.com/articles/afghanistan/2021-08-23/how-will-taliban-rule [diakses pada 26 Agustus 2021].
Pramadiba, I., 2021. “Warga Afghanistan Kecewa Presiden Ashraf Ghani Kabur dari Taliban”, Tempo, 16 Agustus [daring]. Dalam: https://dunia.tempo.co/read/1494997/warga- afghanistan-kecewa-presiden-ashraf-ghani-kabur-dari-taliban [diakses pada 26 Agustus 2021].
Schake, K., 2021. “The Roads Not Taken in Afghanistan, Foreign Affairs” [daring]. Dalam: https://www.foreignaffairs.com/articles/afghanistan/2021-08-25/roads-not-taken- afghanistan [diakses pada 26 Agustus 2021].
Verdiana, B., 2021, “Ahli: Kekuasaan Taliban di Afghanistan Bisa Picu Berkembangnya Terorisme di Indonesia”, Liputan 6, 27 Agustus [daring]. Dalam https://www.liputan6.com/global/read/4642310/ahli-kekuasaan-taliban-di- afghanistan-bisa-picu-berkembangnya-terorisme-di-indonesia [diakses pada 28 Agustus 2021].