Polemik Pekerja Migran Indonesia: Pahlawan Devisa tanpa Perlindungan

FPCI Airlangga
7 min readMar 15, 2024

Rayhan Abistha & Adistyaisah Maura

Ringkasan Masalah

Meningkatnya populasi penduduk setiap tahunnya diiringi dengan bertambahnya jumlah angkatan kerja. Namun, di sisi lain kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas sehingga menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi, menjadi salah satu alasan terbesar untuk mengatasinya dengan membuka kesempatan bekerja di luar negeri. Jumlah pengangguran di Indonesia didominasi oleh orang berpendidikan rendah dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi sehingga penempatan tenaga kerja lebih dipenuhi oleh para ART (Asisten Rumah Tangga).

Program penempatan tenaga kerja di Indonesia ke luar negeri sudah berlangsung cukup lama dan setiap tahunnya terus meningkat secara signifikan. Namun, peningkatan jumlah itu tidak diikutsertakan dengan peningkatan perlindungan yang layak mereka dapatkan. Permasalahan yang sering kali dialami oleh PMI (pekerja migran Indonesia) terjadi pada tahapan pemeriksaan dokumen, pemberangkatan, penempatan, dan purna penempatan. Permasalahan ini juga diliputi dengan penipuan, penggunaan dokumen palsu, gagal berangkat, dan sebagainya. Sedangkan problematika tenaga migrasi pada saat penempatan, antara lain, meliputi upah yang tidak dibayar, penganiayaan dan kekerasan oleh majikan, kecelakaan tak diasuransi, pembunuhan, perdagangan manusia, dan lain sebagainya. Sedangkan permasalahan yang dialami saat purna penempatan antara lain pemerasan, pemaksaan tukar valas di tengah jalan, dan lain sebagainya.

Terdapat beberapa penjelasan mengapa problematika ini tidak dapat diselesaikan dengan waktu yang cepat. Penyebabnya adalah sumber masalah yang eksis dalam berbagai tingkatan, mulai dari individu PMI hingga kebijakan imigrasi itu sendiri. Pada tingkat individu, PMI memiliki keterbatasan pendidikan serta pelatihan khusus yang menjurus kepada penipuan ataupun eksploitasi. Sementara itu, agen-agen imigrasi (PPTKIS) terkadang menggunakan cara-cara ilegal demi melewati kompleksitas birokrasi imigrasi. Di tingkat nasional, pemerintah Indonesia mengalami kesulitan untuk mengendalikan arus imigrasi maupun merespons berbagai indikasi penipuan dan kekerasan PMI di mancanegara. Solusi multi level dibutuhkan untuk menyelesaikan tuntutan atas problem multi level ini.

Sejumlah rekomendasi dapat disusun dengan mengakui bahwa permasalahan PMI dapat dibenahi, asalkan penyusunan dapat dilakukan secara menyeluruh dari tingkat dasar. Bagi PMI, kualitas pelatihan soft skill dan hard skill wajib dilatih lebih tajam. Hal ini menjadi penting mengingat kompetensi merupakan penentu performa PMI sebagai seorang pekerja. Tidak hanya itu, modal kemampuan kerja sebelum pemberangkatan dapat menjadi fondasi bagi PMI untuk berintegrasi kembali ke dalam perekonomian domestik.

Permasalahan imigran ilegal dapat dilakukan dengan mengetatkan kebijakan imigrasi. Harapannya, melalui pengetatan ini pemerintah dapat lebih mudah untuk mengawasi alur pengiriman PMI dengan lebih waspada. Tentu saja, jumlah PMI di luar negeri yang lebih sedikit juga mempermudah proses tindak lanjut PMI-PMI yang mengalami eksploitasi di tempat kerja. Selain pengetatan, pelebaran opsi jenis dan tujuan kerja PMI juga dapat dipertimbangkan demi memperluas pilihan kerja yang ditawarkan. Terakhir, diperbarui efisiensi badan-badan supervisi PMI, seperti BP2MI harus ditingkatkan melalui peningkatan jumlah maupun penyamarataan penyebaran wilayah kerja tim.

Temuan Analisis Permasalahan:

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis berhasil menemukan temuan-temuan utama seperti berikut:

  1. Rumitnya prosedur dari agen resmi (PPTKIS) untuk mendapatkan izin kerja dan membantu permohonan visa yang menyebabkan calon PMI menggunakan jasa agen perekrutan yang tidak berizin (ilegal).
  2. Pekerja migran tidak memiliki pendidikan yang memadai untuk mempersiapkan diri maupun memahami syarat dan ketentuan perjanjian yang seringkali menyimpan/tidak mengikutsertakan klausa yang penting untuk menghindari penipuan serta penganiayaan.
  3. Majikan maupun agen imigrasi kerap kali memberikan pekerjaan dan penawaran yang berbeda dari sektor yang dijanjikan mereka kepada calon PMI.
  4. Kebijakan terkait imigrasi tidak menjamin secara penuh bahwa calon PMI akan dilindungi penuh oleh negara.
  5. Kurangnya perhatian dan antisipasi dari pemerintah terkait agen-agen non-prosedural (tidak mengikuti aturan & ketentuan pemerintah)/ilegal yang memiliki dampak negatif bagi para tenaga kerja luar negeri, seperti kasus perdagangan orang di luar negeri.

Melalui temuan-temuan di atas, pemahaman terhadap masalah dapat mudah dilakukan. Dengan demikian, penyusunan solusi-solusi kritis dapat terjadi dengan tepat dan akurat.

Masalah Kebijakan:

Permasalahan dalam kebijakan penempatan dan perlindungan PMI dapat diidentifikasi dari dua sudut pandang, yakni individu PMI dan prosedur itu sendiri. Calon-calon PMI tidak jarang hanya menerima pelatihan yang minim atau bahkan tidak sama sekali terkait bentuk atau ketentuan pekerjaan yang akan mereka ambil. Tidak hanya itu, calon-calon PMI umumnya tidak begitu memahami prosedur imigrasi dan hukum negara tujuan. Berbagai problematika yang dialami oleh PMI berakar pada keinginan calon-calon PMI untuk berangkat sesegera mungkin menuju negara tujuan. Di sisi lain, terdapat indikasi kelonggaran kebijakan imigrasi yang menjadi akar masalah sistematis dari prosedur-prosedur imigrasi. Kelonggaran yang ada dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk merekrut calon PMI yang masih di bawah umur, hingga belum memiliki pelatihan maupun pemahaman terhadap ranah pekerjaan yang akan diberikan. Pemalsuan dokumen serta penyelundupan calon PMI tanpa perizinan menjadi cara utama untuk melakukan tindakan ilegal yang mengutamakan keuntungan agen-agen imigran. Permasalahan mendasar inilah yang menjadi penyebab tingginya angka PMI ilegal yang dikirim ke luar negeri.

Melalui pemaparan diatas, pembenahan-pembenahan terhadap status PMI harus dimulai dari dua faktor utama berikut:

Pemangku Kepentingan Terlibat:

Lemahnya kebijakan seputar PMI melibatkan berbagai pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Spesifiknya, pemangku kepentingan yang terlibat antara lain:

  1. Agen Pekerja Imigrasi: Sebagai salah satu pihak yang paling dekat dan terlibat dalam berbagai macam kebutuhan administrasi dasar bagi calon imigran, pelaksana penempatan TKI swasta atau PPTKIS memiliki peran vital dalam kesejahteraan PMI. Sebagai entitas swasta, tidak semua PPTKIS mementingkan keselamatan imigran di atas tujuan perusahaan (mencari keuntungan).
  2. BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia): Berperan dalam pelayanan dokumentasi PMI, perlindungan PMI, koordinasi dengan perwakilan RI di negara tujuan penempatan, serta perihal-perihal lain terkait penempatan PMI.
  3. Ditjen (Direktorat Jenderal) Imigrasi: Ditjen Imigrasi bertugas dalam perumusan teknikal serta pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang imigrasi
  4. Lembaga-lembaga di bawah pemerintah daerah (dinas kabupaten/kota, dinas provinsi) yang menerima tanggung jawab dari pemerintah pusat dalam perlindungan dan pembinaan calon PMI.
  5. Atase ketenagakerjaan/ASN dalam kementerian ketenagakerjaan yang ditempatkan pada perwakilan diplomatik tertentu yang pelaksanaan tugasnya diatur dalam peraturan kenegaraan.
  6. Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan hak tenaga kerja berkewajiban untuk memberikan pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum kebiasaan internasional

Perlindungan yang diberikan dan secara mutlak dituliskan dalam kebijakan Indonesia diatur untuk seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa diskriminasi. Calon PMI yang telah memenuhi syarat sebagai tenaga kerja di luar negeri berhak mendapatkan haknya untuk dilindungi oleh pemerintah negara asalnya. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berasal dari agen sektor BNP2TKI (Badan Nasional Perlindungan & Penempatan TKI), PPTKIS (Pelaksanaan Penempatan TKI Swasta), perusahaan yang menempatkan TKI untuk kepentingan komersial perusahaan tersebut saja, dan PMI yang bekerja secara perseorangan.

Perlindungan yang dijamin dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 2013 meliputi perlindungan TKI mulai dari pra penempatan, masa penempatan, dan purna penempatan; penghentian dan pelarangan penempatan; serta program pembinaan dan perlindungan TKI. Selain perlindungan, PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan) dan pembinaan juga diberikan kepada calon TKI/TKI agar mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan selama bekerja di luar negeri. Perlindungan para tenaga kerja ini juga dijanjikan oleh pemerintah sebagai hak asuransi tenaga kerja sebagai akibat risiko yang terjadi selama sebelum, selama, dan sesudah bekerja di luar negeri. Namun, asuransi yang dijanjikan pemerintah itu tidak terwujud secara optimal bagi para tenaga kerja luar negeri ini.

Rekomendasi Kebijakan:

Perombakan terhadap kebijakan yang telah ada sebelumnya dapat dilakukan dengan menerapkan perubahan-perubahan sebagai berikut:

  • Mengetatkan Peraturan Kebijakan Imigrasi sembari Menjaganya Fleksibel. Hal ini ditujukan untuk mencapai kebebasan imigran serta agen imigran dalam memilah jenis pekerjaan dan perihal tujuan kerja calon PMI. Dengan memperketat pengawasan terhadap agen-agen TKI ilegal dan mendorong pelaporan yang tervalidasi keberadaannya. Dengan ini, pembatasan jumlah imigran (secara ilegal) keluar dapat mempermudah pengawasan terhadap para PMI akan di negara tujuan. Perlu diperhatikan bahwa penyempitan kebijakan ini membutuhkan peningkatan pengawasan pelaksanaan prosedur pemberangkatan imigran demi mencegah naiknya angka PMI (Penempatan Migrasi Indonesia) ilegal dengan bantuan PAP dan pemerintah Indonesia yang terkait dengan ketenagakerjaan.
  • Pembenahan sistem pelatihan keterampilan dan wawasan Sebagai imigran kerja, hard skill serta soft skill yang dimiliki PMI harus diasah sebelum keberangkatan menuju negara tujuan. Dalam segi hard skill, PMI harus memiliki kompetensi dalam segi bahasa serta pelatihan khusus sesuai dengan sektor pekerjaan yang akan dilakukan. Di sisi lain, pengembangan soft skill dapat difokuskan pada pemahaman mengenai prosedur imigrasi, serta hukum-hukum terkait, seperti langkah-langkah yang dapat dilakukan jika mengalami tindakan tidak menyenangkan. Meskipun dapat memperlambat proses pengiriman PMI ke luar negeri dapat menjadikan pengalaman kerja PMI di luar negeri sebagai pengalaman yang mempermudah mereka melanjutkan maupun membangun karir selepas kontrak selesai.
  • Mempercepat Reintegrasi PMI Purna ke Perekonomian Domestik. PMI sejatinya merupakan tenaga kerja Indonesia yang berkesempatan untuk bekerja di luar negeri. Dengan demikian, pekerja imigran diharapkan untuk kembali ke perekonomian Indonesia dan tidak menjadikan kesempatan kerja di luar negeri ini sebagai tujuan akhir. Oleh karena itu, stakeholder terkait diharapkan dapat memberikan insentif bagi pekerja-pekerja imigran yang berkeinginan untuk menetap di luar negeri selepas kontrak kerja mereka selesai untuk melakukan reintegrasi dengan kekuatan kerja dalam negeri. Akan tetapi, pekerja imigran diharapkan untuk kembali ke perekonomian Indonesia dan tidak menjadikan kesempatan kerja di luar negeri ini sebagai tujuan akhir.
  • Intensifikasi kapabilitas tim supervisi PMI (BP2MI) di luar negeri

Sebagai badan supervisi yang melindungi dan membantu calon dan/atau PMI yang bekerja di luar, tim supervisi BP2MI berperan vital dalam keamanan PMI di luar negeri. Kendati demikian, ketidaksebandingan jumlah antara PMI dan tim supervisi menyebabkan sulitnya BP2MI untuk mencegah hal buruk terjadi kepada PMI di tempat kerja. Dengan demikian, tuntutan atas penyamarataan serta peningkatan jumlah tim supervisi harus segera diselesaikan. Harapannya, tim-tim supervisi tidak kewalahan untuk merespons segala kesulitan dan pengalaman buruk yang diterima oleh PMI.

--

--

FPCI Airlangga

FPCI Chapter Universitas Airlangga is a Non-Profit and Political Free Organization Focusing Youth Movement on Foreign Policy and International Relation Matters.