[Opinion Article] Pembangunan Sirkuit Mandalika: Sikap Nasionalisme atau Narsistik Pemerintah belaka?
— Adistyaisah Maura
WSBK atau Kejuaraan Dunia Superbike sempat digelar di Indonesia pada tahun 2022 silam. Untuk mendukung pagelaran ini, Indonesia berminat untuk membangun Sirkuit Mandalika yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Pembangunan ini memiliki harapan besar agar Sirkuit Mandalika sebagai maskot pariwisata Indonesia dapat mengundang wisatawan mancanegara, mendatang akan dihadiri oleh seluruh peserta lomba kejuaraan motor balap satu dunia, tetapi tampaknya hal itu juga menjelaskan bahwa sikap pemerintah disini terkesan narsistik.
Pembangunan Sirkuit Mandalika Menimbulkan Kekecewaan
Sirkuit Mandalika dibangun oleh pemerintah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan menggaet perusahaan BUMN dalam pembiayaannya. Pemerintah merencanakan pembangunan Sirkuit Mandalika dengan tujuan Indonesia semakin unggul perihal branding ke negara lain, sedangkan BUMN memiliki tujuan utama untuk meningkatkan value ekonomi bagi negara Indonesia. Dalam merencanakan pembangunan yang semegah ini, faktor lingkungan dan masyarakat disekitarnya justru harus diutamakan dan lebih diperhatikan. Namun, bagaimana jadinya apabila pembangunan Sirkuit Mandalika ini menimbulkan kecaman dari masyarakat sekitar?
Menurut Psikolog, Adib Setiawan S.Psi., M.Psi., kekecewaan merupakan kondisi dimana seseorang merasakan hal yang tidak mengenakan, perasaan menjengkelkan diselingi dengan rasa marah karena keinginannya tidak tercapai. Penggusuran lahan rumah masyarakat dan makam nenek moyang yang sangat dihargai dan dirawat dalam lahan tersebut pula dipindahkan demi membangun proyek yang mengundang peserta lomba satu dunia ini. Akan tetapi, kesadaran dan perasaan ingin mengalah timbul di antara berbagai masyarakat saat itu. Kedua belah pihak, pemerintah negara dan masyarakat daerah, memiliki harapan besar terkait pembangunan untuk penyelenggaraan World Superbike tersebut.
Harapan yang Menciptakan Utang Rp 100 Miliar
Sirkuit Mandalika dibangun dengan harapan besar ekonomi di Indonesia akan membaik serta branding negara ini akan lebih besar dengan negara lainnya. Namun, disayangkan sekali bahwasanya penyelenggaraan WSBK ini tidak menarik para investor, bahkan masyarakat pada saat itu tidak tertarik untuk mengocek rupiah demi melihat kejuaraan motor dunia tersebut. Sepinya investor untuk menjadi sponsor menimbulkan dampak yang cukup signifikan bagi cost dan value sirkuit ini, pasalnya pembangunan fasilitas dan infrastruktur dicanangkan pada perusahaan investor. Pandemi Covid-19 berdampak pada berkurangnya keuntungan perusahaan menyebabkan investor pada saat itu mempertimbangkan kembali untuk menjadi sponsor dalam event kejuaraan dunia ini. Padahal, pada awalnya pembangunan ajang balap internasional diharapkan dapat menjadi momentum untuk mendorong pariwisata sehingga dunia Internasional melirik Indonesia bahwa infrastruktur pariwisata tanah air siap untuk menyambut kunjungan turis mancanegara.
Direktur utama InJourney, Dony Oskaria menyayangkan, gelar balapan kejuaraan dunia motor itu menimbulkan kerugian hingga Rp 100 miliar. Sehingga dalam rapat kerja komisi VI DPR RI, Dony Oskaria mencanangkan bahwasanya penyelenggaraan WSBK akan dihapuskan.
Narsistik atau Nasionalistik?
Pernyataan Dony Oskaria selaku direktur utama Aviasi Pariwisata perusahaan induk BUMN Pariwisata Indonesia untuk menghapuskan pagelaran kejuaraan dunia motor internasional mengundang banyak pernyataan dari masyarakat Indonesia. Sontak hal ini memicu banyak pertanyaan terkait tindakan labil pemerintah. Sikap pemerintah ini apakah bisa dikatakan untuk melindungi negara dari jeratan hutang yang lebih besar akibat pembangunan proyek ini atau akibat dari perilaku kepercayaan diri yang besar?
Nasionalistik adalah sebuah perilaku yang mengutamakan pada kepentingan dan keutuhan bangsa negara. Seseorang yang memiliki rasa nasionalisme cenderung mengutamakan kesejahteraan masyarakat di atas kepentingan pribadi, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai prioritas utama. Sudah sepatutnya apabila pejabat negara memiliki ideologi nasionalisme agar tujuan untuk menyejahterakan rakyat tercapai. Pembangunan Sirkuit Mandalika pada awalnya mengundang banyak komentar kekecewaan publik, tetapi atas tujuan dan harapan yang dimiliki pemerintah memberikan pengertian bahwa kelak pembangunan Sirkuit Mandalika yang kelak akan menjadi maskot pariwisata megah ini akan mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik dengan perhatian-perhatian yang tertuju dari negara-negara luar. Namun, apabila harapan tersebut tidak terwujudkan dan malah event kejuaraan dunia negara multilateral tersebut dihilangkan, untuk apa warga mendedikasikan lahan, perumahan, serta makam nenek moyang dipindahkan? Seolah-olah pemerintah sebelumnya tidak memperhitungkan keuntungan dan kerugian kedepannya. Sikap pemerintah yang terlalu percaya diri ini yang menimbulkan kerugian berdampak bagi daerah pembangunan sirkuit maupun negara Indonesia sendiri.
Sikap kepercayaan diri yang berlebihan sehingga terobsesi pada impian dan fantasi yang digagas dari dirinya sendiri merupakan salah satu perilaku narsisme. Akibat dari perilaku narsis akan melahirkan sikap yang kurang empati terhadap orang lain, arogan, menjadi pusat perhatian, dan ingin dianggap mampu ketimbang lainnya. Seperti yang penulis paparkan, pembangunan Sirkuit Mandalika dianggap kurang memperhitungkan cost dan value untuk masa selanjutnya. Pembangunan ini pun terkesan “dipaksakan” karena pada saat itu pandemi Covid-19 memakan habis biaya keuntungan perusahaan karena menurunnya pendapatan masyarakat, sehingga perusahaan mengalami kekurangan dalam biaya pembangunan. Hal ini berdampak besar bagi Sirkuit Mandalika itu sendiri karena para investor tidak berniat menjadi sponsor dan dianggap sepi peminat ajang balapan WSBK tersebut. Bahkan waktu pemerintah menggandeng perusahaan BUMN sendiri sebagai investor pertama, BUMN pada saat itu ingin membangun KEK (Kawasan Ekonomi Kreatif) dengan tujuan untuk membangun fasilitas maupun infrastruktur yang ke depannya akan membangun aspek ekonomi Indonesia.
Kesimpulan: Narsisistik Pemerintah dalam Sirkuit Mandalika
Penulis menyimpulkan bahwa sikap pemerintah dalam pembangunan Sirkuit Mandalika terkesan impulsif dan dapat disebut sebagai narsis. Pemerintah seperti berlagak bahwa ia mampu untuk membangun Sirkuit Mandalika yang mewah tersebut tanpa mempertimbangkan secara matang-matang. Tergiur dengan titel “Tuan Rumah Kejuaraan Motor Dunia” membuat pemerintah berbondong-bondong untuk menciptakan maskot pariwisata yang megah dan menghabiskan banyak biaya negara. Menghilangkan event WSBK di Indonesia yang sudah menjadi incaran pemerintah sejak dibangunnya Sirkuit Mandalika ini seakan pemerintah benar-benar bersikap narsistik dalam pembangunan proyek ini.
Dalam kasus ini penulis berpendapat bahwa pemerintah terkesan narsis. Memiliki sikap kepercayaan diri yang tinggi dengan harapan proyek ini akan meningkatkan value Indonesia di mata dunia nantinya, tanpa memikirkan cost dan value yang timbul kedepannya. Sikap tergesa-gesa pemerintah dalam membangun projek Sirkuit Mandalika ini menyebabkan kerugian bagi lingkungan sekitarnya, bahkan sampai menimbulkan utang yang besar. Karena hutang yang menumpuk ini pula, CEO InJourney Dony Oskaria merencanakan untuk menghapus World SuperBike yang direncanakan akan diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2023. Perilaku naif dan proyek yang diciptakan dengan terburu-buru menggambarkan perilaku narsistik pemerintah dalam pembangunan Sirkuit Mandalika.
Referensi
Hardiman, F. B. (2018). DEMOKRASI DAN SENTIMENTALITAS Dari. Kabinet Lentera, 4(2), 255–260. https://doi.org/10.21460/gema.2019.42.493
Dinamika Hubungan Kerja Sama Indonesia- Cina di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Kajian Lemhanas RI, 37, 15–24.