[Opinion Article] Menilai Keputusan Uni Eropa dalam Menetapkan Nuklir Sebagai Green Energy
Sharisya Kusuma Rahmanda — LPM Mercusuar Universitas Airlangga
Perang antara Rusia dan Ukraina tampaknya membawa tantangan baru bagi negara-negara di Uni Eropa. Pasalnya, dalam menyongsong musim dingin tahun ini, Eropa harus memutar otak guna mencukupi kebutuhan energi yang besar selama musim dingin. Dibatasinya pasokan minyak bumi akibat adanya perang, membuat mau tidak mau Eropa harus segera mencari jalan keluar terbaik selain melakukan kampanye hemat energi untuk warganya. Salah satunya adalah melalui pengembangan green energy atau energi hijau. Green energi merupakan sumber energi terbaharukan yang berasal dari biomassa dan tidak akan habis selama tanah, air, dan matahari masih tersedia.
Melihat krisis energi yang ada didepan mata, pada 2 Februari 2022 lalu Komisi Eropa yang merupakan perwakilan dari 27 negara mendeklarasikan bahwa potensi yang dimiliki Eropa untuk menyelamatkan Eropa dari krisis energi adalah nuklir. Pendeklarasian ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Commission Joint Research yang menyatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah bahwa energi nuklir lebih membahayakan manusia dan lingkungan daripada teknologi listrik lainnya. Selain itu, banyak ahli juga memvalidasi fakta bahwa nuklir memang memproduksi emisi CO2 yang rendah dan ramah lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan banyak negara maju di Eropa mengandalkan nuklir untuk memproduksi listrik nirkabon.
Mesksipun demikian, hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan Komisi Eropa. Beberapa negara di Uni Eropa masih menolak keras untuk memasukkan nuklir dalam green energi taxonomy. Jerman menjadi salah satu negara maju yang menolak untuk memasukkan nuklir dalam axonomy green energy taxonomy ini. Jerman lebih memilih memperluas infrastruktur tenaga angin dan surya sehingga dapat memberi kontribusi terhadap pasokan listrik yang aman dan ramah iklim.
Tidak dapat dipungkiri bahwa nuklir berpotensi menghasilkan efek yang kurang baik terhadap kesehatan dan lingkungan. Melihat kembali peristiwa memilukan di masa lalu mengenai pengeboman kota Hirosima dan Nagasaki yang menewaskan lebih dari 100.000 orang serta ratusan ribu lainnya terkena dampak radiasi. Fakta sejarah lainnya terjadi pada peristiwa Chernobyl tahun 1986 ketika reaktor nuklir milik Uni Soviet meledak yang menyebarkan debu radioaktif sampai pada Eropa dan diyakini menjadi penyebab kanker tiroid pada anak anak. Selain fakta sejarah yang ada, sejumlah penelitian yang dilakukan oleh WHO dan beberapa perguruan tinggi terkait kecelakaan nuklir Fukushima di Jepang, diketahui bahwa radiasi menyebabkan inversi atau mutasi parasentrik kromosom sehingga dapat memicu kanker tiroid.
WHO menyatakan bahwa penduduk yang berada didekat lokasi nuklir Fukushima mengalami kenaikan potensi kanker tiroid. Meskipun banyak ilmuan menyatakan bahwa nuklir merupakan pemasok energi yang ramah terhadap anak dan lingkungan, yetapi fakta yang terjadi tidak bisa membantah bahwa nuklir memberi banyak efek negatif baik untuk kesehatan manusia maupun kondisi lingkungan. Meski efeknya bisa jadi tidak langsung dirasakan tetapi banyaknya korban yang berjatuhan di masa silam seharusnya tidak membuat kita menutup mata kewaspadaan sehingga terima-terima saja terhadap hasil penelitian yang ada. Keberlanjutan kehidupan generasi pada dekade berikutnya tetap menjadi tanggung jawab kita yang hidup di zaman sekarang.
Oleh karena itu, apabila nuklir memang akan dimasukkan dalam green energy taxonomy Uni Eropa, maka perlu adanya pertimbangan lebih jauh mengenai penanggulangan dari dampak yang akan ditimbulkan dengan adanya penggunaan nuklir ini. Perkembangan nuklir sebagai pemasok listrik dan solusi dari adanya krisis energi yang membayangi Uni Eropa hendaknya diimbangi dengan pengembangan teknologi baru sebagai jawaban atas dampak negatif yang membingkai perkembangan nuklir ini. Perlu adanya inovasi yang dibuat agar bisa menjawab sekaligus menjadi penyeimbang antara penggunaan energi nuklir dan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan manusia pada generasi selanjutnya. Dengan begitu dampak negatif yang akan ditimbulkan dengan penggunaan nuklir sebagai pemasok energi dapat dimitigasi. Selain itu, perlu sekiranya dibentuk tim evakuasi khusus yang terlatih secara professional, agar ketika terjadi kebocoran nuklir atau hal-hal yang tidak diinginkan dalam penggunaan nuklir sebagai green energy dapat dilakukan evakuasi secara tepat untuk mengurangi potensi penyebaran risiko lainnya.
Referensi
Artikel Berita
Ariyanti, Hari, 2022. “Ilmuwan Beberkan Dampak Mengerikan dari Uji Coba Nuklir bagi Manusia” [daring]. Tersedia di https://www.merdeka.com/dunia/ilmuwan-beberkan-dampak-mengerikan-dari-uji-coba-nuklir-bagi-manusia-hot-issue.html
Cahyono, M Sigit, 2008. “Green Energy” Solusi Terbaik [daring]. Tersedia di https://nasional.kompas.com/read/2008/08/30/10520270/.Green.Energy.Solusi.Terbaik?page=all
CNN Indonesia, 2022. “Hadapi Krisis Energi, Eropa Mulai Waswas di Musim Dingin” [daring]. Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20221009104545-85-858170/hadapi-krisis-energi-eropa-mulai-waswas-di-musim-dingin
Hermawan, Fajar Wahyu, 2021. “Lebih Jauh tentang Energi Hijau” [daring]. Tersedia di https://infopublik.id/kategori/sorot-sosial-budaya/572865/lebih-jauh-tentang-energi-hijau
Kompas, 2013. “Radiasi Nuklir Tak Picu Peningkatan Kanker di Jepang” [daring]. Tersedia di https://health.kompas.com/read/2013/06/01/13474748/Radiasi.Nuklir.Tak.Picu.Peningkatan.Kanker.di.Jepang?page=all
Tempo, 2022. “Ukraina Klaim Bebaskan 600 Pemukiman dari Pendudukan Rusia” [daring]. Tersedia di https://dunia.tempo.co/read/1645440/ukraina-klaim-bebaskan-600-pemukiman-dari-pendudukan-rusia
Wauran, Markus, 2022. “Nuklir adalah Energi Hijau di Uni Eropa” [daring]. Tersedia di https://mediaindonesia.com/opini/494826/nuklir-adalah-energi-hijau-di-uni-eropa
Jurnal
T. Mile, 2011. Radiasi Iodium 131 Akibat Kecelakaan Nuklir Fukushima: Jurnal Ism 1(1): 49–55.