[Opinion Article] India vs Global Muslim Community: Peran Globalisasi dan Identitas Pan-Islamisme di Balik Solidaritas Umat Muslim Dunia

FPCI Airlangga
5 min readJun 24, 2022

--

Rayhan Amadheya Totokusumo — FPCI Universitas Airlangga

Pada hari Jumat, 17 Juni 2022 lalu, ribuan orang dari organisasi Front Persaudaraan Islam (FPI), GNPF Ulama, dan Persaudaraan Alumni 212 melakukan demonstrasi massal di depan Kedubes India dan meminta untuk pemboikotan produk-produk asal India. Di saat yang sama, beberapa supermarket di Saudi Arabia, Kuwait, dan Bahrain membuang produk asal India dan mengusir semua pekerja asal India mereka yang beragama Hindu. Meski berada di lokasi geografis yang jauh berbeda, kedua aksi masyarakat ini merupakan protes pada satu masalah yang sama, yaitu atas pernyataan yang menghina Nabi Muhammad dari Nupur Sharma, seorang politisi partai Bharatiya Janata (BJP) asal India, yang ia sampaikan bulan lalu saat suatu debat berita televisi. Pernyataan kontroversial dari Sharma ini, telah menyebabkan kritikan keras dari berbagai negara Islam di dunia, seperti Qatar, Kuwait, Iran, Pakistan, UAE, Saudi Arabia, Bahrain, Jordan, Oman, dan bahkan dari Amerika Serikat (4). Penulis hendak menginvestigasi sejatinya mengapa reaksi negatif serentak dari pemerintah dan masyarakat Islam di seluruh dunia bisa terjadi ketika terdapat pernyataan satu politisi asal India yang awalnya nampak insignifikan terhadap kehidupan umat Muslim di negara lain. Menurut penulis, globalisasi dan konvergensi identitas Pan-Islamisme yang terjadi dalam dua abad terakhir ini dapat memunculkan satu komunitas ummah dunia yang menyatukan berbagai warga Islam di negara-negara berbeda. Melalui proses-proses inilah, kejadian negatif dalam umat Muslim yang awalnya hanya terlokalisasi baik di India, Xinjiang, maupun Palestina bisa memunculkan reaksi serentak dari seluruh umat Muslim di dunia.

Bagi banyak orang adanya fenomena globalisasi dilihat sebagai ‘musuh’ atau ‘penghalang’ bagi agama Islam dan warga Muslim dunia. Konsumerisme, seks bebas, alkoholisme, semua merupakan karakteristik negatif yang sering dikaitkan dengan fenomena ‘globalisasi’ dalam masyarakat Islam dunia. Akademisi Barat pun banyak menunjukkan narasi bahwa ‘globalisasi’ merupakan musuh Islam, misalnya menurut Benjamin Barber dalam bukunya Jihad vs McWorld yang menyebut bahwa globalisasi akan menciptakan permusuhan antara ideologi kapitalis dominan dengan reaksi keras dari komunitas etnis dan agama melawan homogenisasi masyarakat Islam dunia (4). Akan tetapi, jika melihat lebih dekat pembentukan adanya common identity antar warga-warga Muslim di negara dunia saat ini tidak bisa dipisahkan dari proses globalisasi itu sendiri. Menurut Steger (2003), globalisasi merujuk pada seperangkat proses sosial yang dianggap mengubah kondisi kehidupan sosial kita saat ini menjadi satu globalitas, sehingga batas-batas formal tidak berlaku lagi. Jan Aart Scholte (dalam Ahmed, 1975) memberi banyak definisi lebih lanjut tentang fenomena ini, baik internasionalisasi, liberalisasi, westernisasi, demokratisasi, dan banyak lagi. Namun, satu dampak terbesar dari adanya globalisasi adalah terjadinya homogenisasi berkat terjadinya konvergensi budaya. Meski dampak ini sering dikreditkan ke westernisasi pengaruh Amerika Serikat di abad ke-20, fenomena ini juga kerap terjadi dalam pembentukan identitas Pan-Islamisme.

Tidak bisa dipungkiri, konsep umma, atau komunitas Islam dunia semakin diperkuat oleh adanya globalisasi. Sebelum adanya globalisasi, tiap warga Muslim di wilayah berbeda mempunyai perspektif Islam yang berbeda pula. Seorang Muslim arab asal Najd akan menganut adat Islam berbeda dengan seorang Muslim di Jawa, dan berbeda lagi dengan Muslim di Anatolia dan seterusnya. Baru di Kekaisaran Usmani pada akhir abad ke-19 lah paham Pan-Islamisme mulai terbentuk di bawah kekuasaan Sultan Abdul Majid (Evans, 1987). Paham ini beranggapan bahwa sejatinya seluruh umat Muslim dunia sejatinya adalah kaum yang sama yang saling terhubung. Paham ini beragam dalam interpretasinya, baik dari yang mengartikannya sebagai perlunya masyarakat Muslim dunia untuk kembali ke hukum, etika dan teologi Islam, ataupun ada juga yang melihatnya sebagai common identity semata. Gerakan ini semakin gencar menyebar ke seluruh negara Islam dunia. Pertama dimulai karena adanya revivalisme Islam usai terjadinya Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979, dan juga dengan semakin meningkatnya pengaruh negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan ditemukannya minyak di Timur Tengah (Grinin, 2019). Melalui paham ini, konsepsi etnonasionalisme Barat yang tersebar luas di dunia pada abad ke-20 mulai perlahan digeser dengan paham umma atau Pan-Islamis dalam warga-warga Muslim di seluruh dunia.

Lantas, kenapa paham pan-Islamisme dan konsepsi umma ini dengan mudah mulai menyebar ke seluruh warga Muslim dunia? Seiring dengan definisi globalisasi di mana ‘batas-batas’ formal mulai terkikis melalui proses-proses sosial, hal ini pun juga terjadi di komunitas-komunitas Muslim dunia. Pertama, hal ini terjadi seiring kemerdekaan negara-negara Islam dunia beserta peningkatan kedudukan mereka dalam dunia, sehingga mereka dapat terlepas dari paham sekularisme, kapitalisme, dan Westernisasi yang dipaksakan pada wilayah-wilayah Muslim di dunia dahulu pada masa kolonialisme. Kedua, dengan tumbuhnya teknologi informasi dan mode transportasi yang lebih mudah, proses diseminasi paham Pan-Islamisme ini pun bisa menyebar ke komunitas Muslim di seluruh dunia. Hal ini tentu disertai dengan meningkatnya tingkat edukasi dan literasi umat Muslim di negara-negara dunia. Tentu, dengan adanya interkoneksi ini tidak jarang terjadi adanya konvergensi yang berujung pada homogenisasi. Inilah mengapa, ketika satu pernyataan seorang politisi dunia bisa menimbulkan reaksi keras dari warga Muslim lain di seluruh dunia. Saat ini umat Muslim tidak lagi hanya merasa mereka adalah Muslim Arab, Muslim Jawa, atau Muslim Turki. Melalui globalisasi yang termanifestasikan dalam paham pan-Islamisme, rasa kesusahan dan persekusi yang dirasakan umat Muslim di India juga ikut dirasakan oleh umat Muslim di manapun. Globalisasi telah menjadikan masalah-masalah tersebut sebagai kesusahan umat Muslim tanpa melihat negara, etnis, ras, atau bahasa asli mereka.

Referensi

Ahmed, Manzooruddin, 1975. Umma: The Idea of a Universal Community. Islamic Studies, 14(1):27–54.

Barber, Benjamin, 1996. Jihad vs. McWorld: Terrorism’s Challenge to Democracy. New York: Ballantine Books.

Evans, D. H., 1987. “II. The ‘Meanings’ of Pan-Islamism: The Growth of International Consciousness Among the Muslims of India and Indonesia in the Late Nineteenth and Early Twentieth Century”. Itinerario, 11(1):15–34.

Grinin, L. E., 2019. “Islamism and Globalization”. Journal of Globalization Studies, 11(2).

Okenews, 2022. “Ribuan Massa FPI dan PA 212 Kepung Kedubes India, 600 Polisi Siaga Penuh” [Online]. Dalam https://megapolitan.okezone.com/read/2022/06/17/338/2613296/ribuan-massa-fpi-dan-pa-212-kepung-kedubes-india-600-polisi-siaga-penuh?page=2 [diakses 19 Juni , 2022].

Steger, Manfred, 2003. “Globalization; A Contested Concept”, dalam Globalization; A Very Short Introduction. New York Oxford University Press.

The Hindu, 2022. “The Prophet remarks | global response to the controversy” [Online]. Dalam https://www.thehindu.com/news/international/the-prophet-remarks-global-response-to-the-controversy/article65523020.ece [diakses 19 Juni , 2022].

The Indian Express, 2022. “Nupur Sharma: The BJP firebrand facing party axe” [Online]. Dalam https://indianexpress.com/article/political-pulse/nupur-sharma-bjp-mumbai-fir-gyanvapi-remarks-7947790/ [diakses 19 Juni , 2022].

Ummid.com, 2022. “Superstores in Arab states remove Indian products, sack Hindu workers” [Online]. Dalam https://ummid.com/news/2022/june/05.06.2022/superstores-in-arab-states-remove-indian-products-sack-hindu-workers.html [diakses 19 Juni , 2022].

--

--

FPCI Airlangga
FPCI Airlangga

Written by FPCI Airlangga

FPCI Chapter Universitas Airlangga is a non-profit and political free organization focusing youth movement on foreign policy and international relation matters.

No responses yet