Membangun Kembali Suriah: Strategi Turki dalam Lanskap Pasca-Assad
Penulis : Naura Iqbar Herasmana, Muhammad Ahid Abdil Bar, & Ahmad Muhajir
Bagaikan sebuah pohon tumbang yang tercabut dari akarnya. Frasa tersebut merupakan salah satu penggambaran runtuhnya rezim Bashar Al-Assad di Suriah. Rezim yang telah berdiri kokoh selama 24 tahun kini telah digulingkan pada 8 Desember 2024 oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebuah kelompok oposisi di Suriah. Tumbangnya rezim ini telah menarik perhatian besar berbagai negara, salah satunya Turki. Sebagai salah satu kekuatan yang besar di Timur Tengah, Turki memainkan peranan yang masif pada pelancaran serangan dan intervensi langsung di Suriah. Dengan begitu, tulisan ini akan mengulas lebih mendalam mengenai: 1) kilas balik rezim Bashar Al-Assad; 2) upaya Turki di Suriah; 3) implikasi Turki di Suriah; serta 4) masa depan warga Suriah.
Kilas Balik Rezim Bashar Al-Assad
Suriah di bawah kepemimpinan Bashar Al-Assad merupakan salah satu rezim yang bertahan selama kurang lebih 24 tahun. Menggantikan ayahnya, Hafez Al-Assad, dalam pemilu tahun 2000, Bashar dikenal sebagai diktator yang memimpin negaranya dengan tangan besi (McCarthy, 2024). Pada bulan Agustus 2013, rezim Assad meluncurkan sebuah aksi yang tidak diperhitungkan oleh seluruh dunia. Mengatasnamakan pemerintahannya, Assad menggunakan senjata kimia Sarin terhadap warganya sendiri (Vox, 2017). Justifikasi penggunaan Sarin memberikan sinyal keras kepada para pemberontak akan kekuatan yang dimiliki oleh Assad. Tidak hanya itu, jumlah pembunuhan di luar hukum yang telah dikerahkan oleh Assad berjumlah 202,000 warga sipil, diantaranya adalah 23,056 anak-anak dan 12,010 wanita (Syrian Network for Human Rights, 2024).
Meskipun dengan kekejaman rezim Assad, masyarakat Suriah tidak berhenti melawan. Pada tanggal 8 Desember 2024, rezim tersebut digulingkan melalui Operation Deterrence of Aggression. Operasi ini dirancang oleh beberapa kelompok oposisi yang dipimpin oleh kelompok HTS. Keberhasilan penggulingan rezim ini terjadi akibat dua hal, antara lain: 1) kondisi Suriah yang mengalami keterpurukan ekonomi; serta 2) hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Assad. Kemenangan dan terbebasnya warga Suriah dari kecaman rezim kemudian mendorong Assad untuk mencari suaka ke Rusia. Melihat sebuah peluang dari kekosongan kekuasaan, Turki hadir menjadi “juru selamat” dalam situasi ini.
Upaya Turki di Suriah
Selama periode awal Perang Saudara Suriah, Turki memiliki pandangan yang sama dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang menentang rezim Assad, bahkan menyerukan untuk melakukan intervensi militer (RUSI, 2025). Namun, pada periode ini, aksi Turki cenderung minim, seperti upaya untuk memfasilitasi jutaan pengungsi dan pihak oposisi yang terus berdatangan dari Suriah. Menurut Uni Eropa (2025), Turki kini menjadi salah satu penerima pengungsi Suriah terbesar dengan jumlah lebih dari 2.9 juta jiwa. Akan tetapi, dengan kondisi konflik yang semakin berlarut, Turki memutuskan untuk mendukung beberapa pihak oposisi di Suriah, salah satunya adalah Syrian National Army (SNA). Dukungan yang berbentuk program pelatihan dan pendanaan dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan pihak oposisi. Seiring berjalannya waktu, dengan meningkatnya ketidakstabilan domestik yang dipicu oleh gerakan separatis oleh masyarakat Kurdi, Turki terpantik untuk melakukan aksi yang lebih ekstrem.
Mengutip Europe Parliament (2019), Turki telah melancarkan intervensi langsung berupa operasi militer selama periode 2016–2019. Tiga operasi militer tersebut merupakan: 1) Operation Euphrates Shield (2016); 2) Olive Branch (2018); serta 3) Operation Peace Spring (2019). Sebagian besar operasi militer ini dilatarbelakangi oleh kehadiran pihak Kurdi dan Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) di perbatasan Turki-Suriah, yang telah memantik aksi separatisme masyarakat Kurdi di wilayah tersebut. Dalam beberapa kesempatan, Erdogan mengklaim bahwa tujuan diadakannya beberapa operasi militer tersebut adalah untuk mendirikan “zona aman” bagi pengungsi yang terus berdatangan dari Suriah (Vox 2019). Tiga upaya intervensi ini membuahkan hasil yang besar bagi Turki, di mana Ankara berhasil membangun pengaruh yang kuat di Suriah bagian utara.
Implikasi Turki di Suriah
Sebagaimana yang dilansir pada wawancara khusus dengan Al Jazeera (2024), Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan menggambarkan kehadiran Turki di Suriah sebagai seorang tetangga yang ingin membantu temannya yang kesulitan. Fidan pun menekankan bahwa Turki tidak memiliki ambisi untuk mengambil alih Suriah. Alih-alih, membingkai kejadian tersebut sebagai perjuangan 24 tahun rakyat Suriah yang berhasil menggulingkan rezim diktator. Alasan yang mendorong Turki untuk bertindak demikian rupa terjadi karena Turki telah memetik pelajaran penting dari sejarah kawasannya. Pada wawancara Al Jazeera (2024), Fidan menyatakan:
“Domination culture has destroyed our region. Therefore, there shall not be any Turkish, Iranian, or Arab domination.”
Sebaliknya, Turki menganjurkan kerja sama regional sebagai kunci stabilitas dan pembangunan kembali pemerintahan Damaskus. Oleh sebab itu, solidaritas Turki dengan rakyat Suriah tidak dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menguasai Suriah, melainkan komitmen untuk mendukung aspirasi mereka (Al-Shalchi, 2024). Iddon (2025) menjelaskan jika Turki memiliki dua tujuan utama, yakni: 1) menciptakan kondisi pemulangan tiga juta pengungsi Suriah yang tinggal di Turki; serta 2) mengatasi masalah kontraterorisme yang masih hadir di Suriah. Jika kedua masalah tersebut terselesaikan, Turki tidak punya alasan untuk mempertahankan kehadirannya di negara tersebut. Hal ini juga berdampak pada permasalahan perbatasan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Coşkun (2024), potensi pembangunan Kurdish Autonomous Region di Suriah merupakan keputusan yang harus dihadapi oleh Suriah pada masa mendatang. Namun, dari sudut pandang kebijakan Turki, Coşkun menyatakan jika semua penduduk sipil–masyarakat Turki, Kurdi, dan Turan–diharapkan kembali ke tempat asal mereka.
Masa Depan Warga Suriah
Menurut Al Jazeera (2025), Turki menjadi negara kedua yang dikunjungi oleh Ahmed al-Sharaa dalam agenda perjalanan luar negeri perdananya. Dalam pertemuan ini kedua belah pihak membahas mengenai berbagai kepentingan yang ingin dicapai, seperti kekhawatiran Turki terhadap pihak Kurdi dan terorisme di perbatasan dan keinginan Suriah untuk membangun hubungan bilateral yang kuat di sektor pertahanan. Kepentingan Suriah dilatarbelakangi oleh serangan Israel pada Desember lalu yang berhasil merontokkan kapabilitas Suriah dalam melindungi kedaulatannya (Al Jazeera 2024). Absennya kapabilitas pertahanan yang mumpuni membuat Suriah mengadopsi suatu keputusan yang berupaya untuk merangkul Turki sebagai mitra yang dapat melindungi wilayah kedaulatannya. Di sisi lain, kedua negara juga berhasil mencapai suatu kesepakatan untuk memfasilitasi kepentingan Turki, khususnya perihal pihak Kurdi dan ancaman terorisme di perbatasan.
Selain campur tangan Turki, keruntuhan rezim ini juga berpotensi untuk menimbulkan perang saudara antarwarga Suriah. Hal ini dikarenakan penggulingan pemerintahan ini dilakukan oleh sebuah koalisi gabungan dan bukan berbasis pada ideologi tertentu, seperti syiah, sunni, maupun kekuatan sekuler. Kelompok HTS yang berisi ideologi yang saling berseberangan, seperti hard core salafi dan pendukung nasionalis Suriah dapat memicu perang sipil setelah kekuasaannya untuk menentukan siapa yang akan memegang tanduk kepemimpinan. Perang sipil ini bertujuan untuk melihat arah pergerakan Suriah kedepannya (Wasielewski et al., 2024).
Secara keseluruhan, masa depan warga Suriah masih menjadi sebuah pertanyaan yang besar. Namun, satu kenyataan yang pasti adalah nasib mereka yang seharusnya tidak lagi ditentukan oleh pemerintahan otoriter. Baik melalui reformasi politik, gerakan grassroots, atau dukungan internasional yang memprioritaskan kepentingan Suriah, rakyat harus diberikan ruang untuk membangun kembali negara mereka dengan caranya tersendiri. Resolusi yang adil dan langgeng tidak akan hadir melalui kemenangan militer semata-mata, tetapi sebuah keinginan kolektif. Pada momen kritis ini, memastikan bahwa terlepas dari ideologi atau afiliasi politik manapun, memiliki sebuah tekad yang bulat menjadi kunci perdamaian berkelanjutan dan pembebasan Suriah yang sejati.
Referensi:
Al Jazeera (2024). What happened in Syria? How did al-Assad fall? [online] Al Jazeera. Available at: https://www.aljazeera.com/news/2024/12/8/what-happened-in-syria-has-al-assad-really-fallen [Accessed 12 Feb. 2025].
Al Jazeera (2025a). Syria’s al-Sharaa, Turkiye’s Erdogan talk Kurdish fighters, defence pacts. [online] Al Jazeera. Available at: https://www.aljazeera.com/news/2025/2/4/syrias-al-sharaa-meets-erdogan-to-talk-kurdish-fighters-defence-pacts [Accessed 12 Feb. 2025].
Al Jazeera (2025b). Syria’s President al-Sharaa meets Saudi Arabia’s MBS in first foreign trip. [online] Al Jazeera. Available at: https://www.aljazeera.com/news/2025/2/2/syrias-president-al-sharaa-meets-saudi-arabias-mbs-in-first-foreign-trip?traffic_source=KeepReading [Accessed 12 Feb. 2025].
Al Jazeera (2025c). The Take: How will President Ahmed Al-Sharaa shape Syria’s future? [online] Al Jazeera. Available at: https://www.aljazeera.com/podcasts/2025/2/4/the-take-how-will-president-ahmed-al-sharaa-shape-syrias-future?traffic_source=KeepReading [Accessed 12 Feb. 2025].
Al Jazeera English (2024). Turkish FM on post-Assad Syria: Strategy vs reality | Talk to Al Jazeera. [online] YouTube. Available at: https://www.youtube.com/watch?v=JQwaJOVb_5g [Accessed 28 Jan. 2025].
Al-Khalidi, S., Gebeily, M. and Ashawi, K. (2025). Exclusive: Syria’s Sharaa to discuss defense pact with Turkey’s Erdogan, sources say. Reuters. [online] 4 Feb. Available at: https://www.reuters.com/world/middle-east/syrias-sharaa-discuss-defense-pact-with-turkeys-erdogan-sources-say-2025-02-04/ [Accessed 12 Feb. 2025].
Al-Shalchi, H., Tanis, F. and McCammon, S. (2024). Turkey expected to play a major role in Syria following fall of the Assad regime. [online] NPR. Available at: https://www.npr.org/2024/12/27/nx-s1-5238277/turkey-expected-to-play-a-major-role-in-syria-following-fall-of-the-assad-regime [Accessed 29 Jan. 2025].
BBC (2018). Syrian President Bashar al-Assad: Facing down rebellion. BBC News. [online] 3 Sep. Available at: https://www.bbc.com/news/10338256 [Accessed 12 Feb. 2025].
CNBC Indonesia (2024). Terungkap ke Mana Presiden Suriah Bashar Al-Assad Kabur, Ini Lokasinya. [online] CNBC Indonesia. Available at: https://www.cnbcindonesia.com/news/20241209062755-4-594311/terungkap-ke-mana-presiden-suriah-bashar-al-assad-kabur-ini-lokasinya [Accessed 11 Feb. 2025].
Coşkun, A. (2024). Türkiye Has a Wish List in Syria. It Should Tread Lightly. [online] Carnegie Endowment for International Peace. Available at: https://carnegieendowment.org/emissary/2024/12/turkey-syria-goals-pkk-refugees-rivals-tread-lightly?lang=en [Accessed 29 Jan. 2025].
Iddon, P. (2024). Turkey looks to gain influence in Syria with offer to rebuild military. [online] Business Insider. Available at: https://www.businessinsider.com/turkey-influence-syria-rebuild-military-2024-12 [Accessed 29 Jan. 2025].
Syrian Network for Human Rights (2024). Summary of the Assad Regime’s Crimes Against the Syrian People Over the Last 14 Years | Syrian Network for Human Rights. [online] Snhr.org. Available at: https://snhr.org/blog/2024/12/20/summary-of-the-assad-regimes-crimes-against-the-syrian-people-over-the-last-14-years/ [Accessed 12 Feb. 2025].
Vox (2017). Syria’s war: Who is fighting and why. [online] YouTube. Available at: https://youtu.be/JFpanWNgfQY?si=v7VvM6O3vuGJVCaU [Accessed 30 Jan. 2025].
Wasielewski, P., Soliman, M., Gvosdev, N.K. and Krasna, J. (2024). What’s Next for Syria, the Region, and the World? — Foreign Policy Research Institute. [online] Foreign Policy Research Institute. Available at: https://www.fpri.org/article/2024/12/whats-next-for-syria-the-region-and-the-world/ [Accessed 12 Feb. 2025].