[Opinion Article] Trend Resesi Global 2030: Asumsi atau Indikasi Tatanan Ekonomi Global

FPCI Airlangga
3 min readOct 22, 2022

--

Tahun 2020, menandai kejatuhan historis terhadap GDP (Gross Domestic Product) global yang diindikasikan menuju pada tren resesi global 2030. Resesi global sendiri definisikan sebagai sebuah kontraksi dalam GDP riil per kapita global tahunan, yang artinya berarti output global per kapita (berat nilai tukar pasar) turun sejauh 1,9% yang berarti 3,9% poin sejauh dibawah rata-rata pertumbuhan tahunan yakni 2,9% pada tahun 1970–2021. Ditambah lagi dalam produksi industri serta perdagangan global, arus perputaran modal (capital), lapangan kerja, dan konsumsi minyak yang kesemuanya ini mengalami penurunan bahkan perlambatan sementara berhubungan dan berinteraksi satu sama lain pada lingkup internasional (Guénette et al. 2022). Sehingga, menyebabkan kontraksi pada output global serta kenaikan inflasi global karena inflasi harga pangan dan energi. Inflasi dapat mencapai 6,6% pada ekonomi di negara maju dan 9,5% untuk ekonomi di pasar negara berkembang dan diproyeksikan terus meningkat. Hal ini merambah pada banyak ekonomi negara dan terefleksikan dalam tekanan biaya dari rantai pasokan yang terganggu dan pasar tenaga kerja yang secara historis kompetitif (Gourinchas. 2022)

Beberapa hal yang menyebabkan tren resesi global 2030, seperti: invasi Rusia terhadap Ukraina yang menghalangi aliran gas Eropa dari pasokan Rusia, wabah covid-19 beserta lockdown yang tak kunjung berakhir di Tiongkok dapat menekan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, naiknya harga pangan dan energi dapat menyebabkan insekuritas pangan serta kerusuhan sosial. Inflasi yang semakin tinggi ketika pasar tenaga kerja masih ketat — terlalu kompetitif, dan lonjakan utang pada ekonomi negara berkembang (Gourinchas. 2022). Beberapa hal ini akan membuat inflasi semakin melonjak dan penurunan pertumbuhan global, sebanyak 2,6% tahun ini dan diperkirakan mencapai 2% tahun depan (angka ini mengindikasikan penurunan 5 kali lipat sejak tahun 1970).

Tiga negara dengan ekonomi maju, seperti Amerika, Tiongkok, dan kawasan Eropa yang secara total mengakumulasikan 55% GDP global dan 62% pertumbuhan global pada periode 2015–2019 memiliki resiko terkena resesi global yang semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya dan berdampak bagi prospek global (Guénette et al. 2022). Hal ini terlihat di Amerika, terjadi penurunan daya beli dalam rumah tangga dan kebijakan moneter yang semakin ketat, ini mendorong pertumbuhan turun menjadi 2,3% tahun ini dan 1% untuk tahun depan. Sementara di Tiongkok, lockdown yang tak kunjung habis serta krisis real estate mendorong pertumbuhan turun menjadi 3,3% dan menjadikannya paling rendah selama 4 dekade terakhir. Terakhir, di kawasan Eropa sendiri, spillovers dari invasi Rusia terhadap Ukraina serta kebijakan moneter yang ketat menyebabkan penurunan pertumbuhan menjadi 2,6% tahun ini dan 1,2% tahun depan (Gourinchas. 2022).

Penulis berpendapat bahwa, hal ini bukanlah hanya tren semata melainkan permasalahan yang menyangkut kehidupan banyak orang, karena ekonomi satu negara saling bergantung satu sama lain. Dalam pernyataan UN Secretary General (UN NEWS, 2020), “Kecuali jika kita tidak mengambil tindakan sekarang, kita akan menghadapi resesi global yang dapat menghapus pembangunan selama beberapa dekade dan membuat Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) 2030 benar-benar di luar jangkauan. Selain itu, sekalipun memang negara melakukan aksi kolektif multilateral diperlukan untuk mengatasi ancaman resesi. Hal ini menjelaskan mengapa kejadian satu negara dampat berdampak dan membuat ekonomi negara semakin bergantung karena berhubungan satu sama lain. Peranan United Nations terkhususnya, International Monetary Fund (IMF), World Bank, Worl Trade Organization akan diguncang dikarenakan banyak ekonomi negara yang masuk dalam kesepakatan unilateralisme dan dunia semakin terpolarisasi. Menurut Cleary (2020), hal ini merujuk pada peranan institusi internasional yang terganggu dan berpotensi berdampak pada rantai perdagangan dan manufaktur global.

Referensi:

Cleary, 2020. “The World in 2030: Global Trends — Highlights” [Daring]. Diakses melalui https://www.researchgate.net/publication/340967150_The_World_in_2030_Global_Trends_-_Highlights [diakses pada 20 Oktober 2022].

Gourinchas, Pierre-Olivier, 2022. “Global Economic Growth Slows Amid Gloomy and More Uncertain Outlook” [Daring]. Diakses melalui https://www.imf.org/en/Blogs/Articles/2022/07/26/blog-weo-update-july-2022 [diakses pada 19 Oktober 2022].

Guénette et al, 2022. “Is a Global Recession Imminent?” [Daring]. Diakses melalui https://crawford.anu.edu.au/sites/default/files/publication/cama_crawford_anu_edu_au/2022-09/55_2022_guenette_kose_sugawara.pdf [diakses pada 19 Oktober 2022].

UN News, 2020. “Protect the world from sliding into global recession, urges UN chief” [Daring]. Diakses melalui https://news.un.org/en/story/2020/09/1074192 [diakses pada 20 Oktober 2022].

--

--

FPCI Airlangga
FPCI Airlangga

Written by FPCI Airlangga

FPCI Chapter Universitas Airlangga is a non-profit and political free organization focusing youth movement on foreign policy and international relation matters.

No responses yet