[Artikel Opini] A Silicon Shield? Nilai Strategis Industri Semikonduktor Taiwan dalam Kompetisi Great-Power AS-China

FPCI Airlangga
4 min readSep 17, 2022

--

Azis Rajendra — FPCI Chapter Universitas Airlangga

Tiga dekade lalu, pada tahun 1980-an, pertaruhan Taiwan melalui pembentukan kebijakan dan komisi khusus terkait industri teknologi mutakhir terbayar dengan manis. Pada tahun 2020-an, Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) menjadi produsen semikonduktor terbesar dunia, dengan total kapasitas produksi sebanyak lebih dari 50% cip global, termasuk 92% dari cip tercanggih global (fabrikasi <10 nanometer). Tidak dapat dipungkiri, semikonduktor merupakan fondasi dari struktur masyarakat digital: sebagai ‘otak’ dari gadget, mobil, hingga jet tempur militer; bahkan, cip dengan fabrikasi paling mutakhir bersifat esensial bagi operasional perusahaan seperti Microsoft, Tesla, dan Alibaba untuk keperluan super-computing. Semikonduktor, biasanya berukuran sekecil kuku jari, merupakan wafer silikon dengan permukaannya yang kemudian dicetak jutaan (hingga triliunan) transistor. Terlepas dari utilitasnya, produksi dari semikonduktor ternyata terkonsentrasi pada satu negara spesifik (yaitu Taiwan, utamanya oleh TSMC) dikarenakan know-how yang rumit, modal yang mahal, dan barrier-to-entry yang tinggi. Dengan latar tersebut, tulisan ini berusaha mengidentifikasi kemudian mengelaborasikan industri semikonduktor Taiwan dalam konteks kompetisi great power yang lebih luas; secara lebih spesifik, apakah industri semikonduktor Taiwan mempunyai kualitas sebagai strategic deterrence bagi eskalasi militer yang berskala penuh.

Memasuki tahun 2020-an bersamaan dengan tren rising-nya China dan pivot-nya AS, juga signifikansi dari geopolitik kawasan Indo-Pasifik oleh kompetisi great power (sebagai konsekuensi dari tren disebutkan sebelumnya), Taiwan merupakan isu paling sensitif dalam hubungan bilateral AS-China. Secara lebih spesifik, Taiwan terlibat tarik-ulur antara kebijakan One China Policy dan Strategic Ambiguity AS. Dalam gambaran besar ini, industri semikonduktor Taiwan memperoleh nilai strategisnya: baik AS maupun China bersifat interdependen terhadap suplai semikonduktor Taiwan, dengan AS mengimpor 92% dari total cip mutakhirnya dan China mengimpor 70% dari kebutuhan cip domestiknya. Hal tersebut dikarenakan industri semikonduktor Taiwan mempunyai kapasitas desain sekaligus manufaktur (selain Samsung, walaupun dengan kapasitas relatif minor), berbeda dengan misal industri semikonduktor lainnya (seperti Apple, Huawei, NVIDIA, dsb.) yang hanya mempunyai kapasitas desain; contohnya, cip Iphone dan Mac yang didesain oleh Apple diproduksi oleh TSMC di bawah kontrak. Demikian, disrupsi terhadap proses produksi semikonduktor Taiwan tidak hanya berdampak negatif bagi AS maupun China, tetapi juga bagi ekonomi digital dunia dikarenakan efek berantainya.

Penulis berpendapat bahwa, terdapat setidaknya dua alasan mengapa industri semikonduktor Taiwan memperoleh nilai strategisnya dalam konteks kompetisi great power AS-China: (1) keunggulan sistemik/monopolistik, yaitu know-how terkait teknis, SDM, hingga peralatannya yang begitu jauh relatif dibandingkan kompetitornya. Dan (2) konsekuensinya, interdependensi global, yaitu operasional dan kelancaran dari value-chain semikonduktor Taiwan bersifat integral bagi industri berteknologi tinggi. Sebagai ilustrasinya, hingga saat ini hanya terdapat dua perusahaan di seluruh dunia dengan kapasitas fabrikasi cip 5 nm (yaitu, TSMC dan Samsung). Untuk memproduksi cip dengan fabrikasi 10 nm (atau di bawahnya), dibutuhkan pemrosesan melalui metode Extreme Ultraviolet Photolithography, dengan tujuh ratus langkah yang berbeda, dalam ruangan yang 10.000x lebih steril dibandingkan ruang operasi medis, dan hanya dimungkinkan oleh satu mesin spesifik yang diproduksi di Belanda. Per tahun 2020, dalam skala global mesin ini kemudian tersebar diantara: TSMC (50 unit, diproyeksikan akan menjadi 100 pada 2022), Samsung (30 unit), dan Intel (20 unit). Perkembangan yang terbaru, TSMC sedang berusaha mencapai fabrikasi 3 nm, dengan estimasi nilai modal sebesar $20 triliun.

Demikian, apakah industri semikonduktor Taiwan mempunyai nilai yang strategis, yang menjadikannya sebagai strategic deterrence bagi prospek invasi berskala penuh? Penulis berpendapat bahwa iya dan tidak, dengan asumsi rasionalitas/irrasionalitas dalam skenario yang spesifik. Adalah ‘iya,’ jika Beijing cenderung bersifat rasional. Dengan pertimbangan cost-benefit menilai bahwa koeksistensi lebih menguntungkan, oleh pemenuhan kebutuhan impor cip domestik sambil mengupayakan usaha catching-up; sedangkan invasi adalah mahal dan merugikan, oleh disrupsi terhadap suplai cip dan konsekuensi lainnya dari komunitas internasional. Di sisi lain, adalah ‘tidak,’ jika Beijing ternyata bertindak irrasional. Dengan pertimbangan bahwa dalam situasi bertensi tinggi, faktor industri strategis dapat menjadi marginal jika dibandingkan dengan faktor lainnya seperti pertahanan/keamanan, kedaulatan, dan mispersepsi yang mengasumsikan invasi berlangsung cepat dan mudah dimenangkan (dan Beijing dapat menanggung konsekuensinya). Merefleksikan status quo yang ada, setelah kunjungan informal ketua DPR AS yang direspon oleh simulasi militer/blokade dari PLA China, dapat ditarik asumsi bahwa interdependensi China (juga AS) terhadap suplai semikonduktor Taiwan menunjukkan kualitas deterrence; tetapi tidak serta-merta menghilangkan probabilitas invasi berskala penuh China. Dan jika memang invasi terjadi, tidak hanya Taiwan, AS, dan China yang menanggung konsekuensinya, tetapi juga infrastruktur digital global, oleh disrupsi (bahkan non-operasi) dari manufaktur semikonduktor terbesarnya.

Referensi:

Cronin, R. (16 Agustus, 2022). “Semiconductors and Taiwan’s Silicon Shield.” Stimson. https://www.stimson.org/2022/semiconductors-and-taiwans-silicon-shield/.

Kohlmann, T. (4 Agustus, 2022). “How Taiwan Semiconductors are Key for Global High-Tech.” Deutsche Welle. https://www.dw.com/en/how-taiwan-semiconductors-are-key-for-global-high-tech/a-62700581.

Lee, J. & Kleinhans, J. (10 Desember, 2020). “Taiwan, Chips, and Geopolitics: Part 1.” The Diplomat. https://thediplomat.com/2020/12/taiwan-chips-and-geopolitics-part-1/.

Mozur, P., Liu, J., & Zhong, R. (29 Agustus, 2022). “The Eye of the Storm: Taiwan is Caught in a Great Game over Microchips.” The New York Times. https://www.nytimes.com/2022/08/29/technology/taiwan-chips.html.

Wang, C. (28 Mei, 2021). “Time for a Semi-Quad Alliance.” The Diplomat. https://thediplomat.com/2021/05/time-for-a-semi-quad-alliance/.

--

--

FPCI Airlangga
FPCI Airlangga

Written by FPCI Airlangga

FPCI Chapter Universitas Airlangga is a non-profit and political free organization focusing youth movement on foreign policy and international relation matters.

No responses yet