[Artikel Berita] Pengambilalihan Kekuasaan Presiden Condé di Guinea oleh Kudeta Militer
Rayhan Amadheya Totokusumo — FPCI Chapter Universitas Airlangga
Pada Minggu, 5 September lalu, terjadi kudeta militer di negara Guinea yang terletak di Afrika Barat. Kudeta yang dipimpin oleh Kolonel Mamady Doumbuya ini, telah berhasil mengambil alih istana presiden di ibu kota Conakry, dan berujung pada penahanan Presiden Alpha di lokasi yang tidak diberitahu. Selain itu, Doumbouya juga menyatakan bahwa seluruh institusi pemerintahan Guinea telah dibubarkan, dan konstitusi saat ini telah diberhentikan, yang mana akan diganti dengan konstitusi baru yang lebih inklusif. Perbatasan darat dan udara Guinea juga telah ditutup sepenuhnya. Doumbouya turut pula menyatakan bahwa, “Tindakan kami bukanlah kudeta, itu hanya mencerminkan aspirasi sah orang untuk ingin hidup di lingkungan di mana kebutuhan dasar manusia dapat dipenuhi”.
Pernyataan Doumbouya tersebut merujuk pada pemerintahan Condé yang cukup kontroversial. Ketika ia naik ke kursi presiden pada tahun 2010, dia berjanji akan memutus rantai autoritarianisme yang telah melanda Guinea di dekade sebelumnya, dan bahwa dia akan memberi keuntungan dari sumber daya alam negara langsung kepada masyarakat. Namun, dapat terlihat setelahnya bahwa kebijakannya, terutama perubahan yang dilakukannya terhadap konstitusi, tidak menghormati prinsip-prinsip demokrasi, dan justru membawa lebih banyak isu korupsi dan kemiskinan di masyarakat. Maka, ketika ia menyatakan ingin mencalonkan diri untuk ketiga kalinya, masyarakat banyak melakukan protes besar-besaran. Selain itu, faktor dalam pihak militer juga dispekulasi ikut berperan dalam terjadinya kudeta, salah satunya ketika tim elite SFG yang dipimpin Doumbouya ditolak untuk diberikan otonomi dari kementrian pertahanan.
Reaksi dari dalam negeri terhadap kudeta cukup positif. Di jalanan Conakry, terlihat banyak pendukung oposisi dan aktivis yang merayakan keberhasilan kudeta dan pembentukan konstitusi baru. Namun, reaksi dari pihak luar negeri justru berkebalikan. Prancis dan Uni Eropa (EU) telah mengeluarkan permohonan untuk pelepasan presiden Condé, dan Amerika Serikat telah mengecam kejadian kudeta di Guinea. Pihak Afrian Union (AU) dan sekretaris general PBB, António Guterres, juga telah mengecam penggulingan pemerintah di Guinea dan telah menuntut agar presiden Alpha Condé dibebaskan secepatnya. Reaksi negatif ini tidaklah mengejutkan, karena meskipun Doumbouya sudah berjanji akan meningkatkan praktik demokrasi di Guinea, junta militer terkenal banyak yang justru kembali menerapkan autoritarianisme dalam pemerintahan negara mereka setelah sukses mengadakan kudeta.
Referensi:
Afrique, J., 2021. “Guinea: International uproar after coup d’état against Alpha Condé”, The Africa Report, 6 September [daring]. Dalam https://www.theafricareport.com/124891/guinea-international-uproar-after-coup-detat-against-alpha-conde/ [diakses 8 September 2021]
Morrow, Amanda, 2021. “What we know about Guinea coup leader and war master Mamady Doumbouya”, RFI, 6 September [daring]. Dalam https://www.rfi.fr/en/africa/20210906-what-we-know-about-guinea-coup-leader-mamady-doumbouya-a-master-of-war-conde [diakses 8 September 2021]
Paquette, Daniel and Annabelle Timsit, 2021. “Here’s what we know about the unfolding coup in Guinea”, Washington Post, 6 September [daring]. Dalam https://www.washingtonpost.com/national-security/2021/09/06/guinea-coup-explained/ [diakses 8 September 2021]
The British Broadcasting Corporation, 2021. “Guinea coup attempt: Soldiers claim to seize power from Alpha Condé”, BBC, 6 September [daring]. Dalam https://www.bbc.com/news/world-africa-58453778 [diakses 8 September 2021]